![]() |
Sumber Gambar : https://inform.tmforum.org |
Sebentar lagi Ramadhan akan segera berlalu. Esok hari akan menyambut datangnya hari raya. Kebanyakan dari kita sangat bersemangat untuk menyambut datangnya hari yang Fitri itu. Setelah hampir sebulan penuh melaksanakan kewajiban berpuasa.
Sebagian merasa
berat meninggalkan bulan yang penuh berkah ini. Sementara yang lain dengan suka
cita bahkan sudah tak sabar lagi untuk segera berlalu melewati bulan puasa.
Bagi yang merasa berat meninggalkan, biasanya sedih karena belum tentu di tahun
berikunya bisa bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Sedangkan yang bergembira
menyambut hari raya sudah tak sabar untuk melewati hari-hari yang meletihkan di
siang hari.
Bulan Puasa memang
akan segera berlalu dan kita berharap dapat menjalankan dengan baik serta
aktifitas peribadatan kita diterima oleh-Nya. Jika kita melihat berbagai
kegiatan manusia saat bulan Ramadhan, banyak sekali event yang bertemakan
kumpul-kumpul. Sebut saja acara Bukber
atau lebih sering kita sebut Buka Bersama.
Hampir semua warung
makan dan restoran serta tempat-tempat kuliner lainnya saat menjelang waktu
berbuka ‘full book’. Semua dibanjiri
manusia-manusia yang hendak membatalkan puasa setelah seharian menahan diri
untuk tak makan dan minum.
Tidak hanya warung
makan, restoran atau tempat kuliner. Hotel-hotel juga tak mau ketinggalan untuk
meramaikan suasana bulan Ramadhan. Salah satu yang ditawarkan dari hotel adalah
dengan menawarkan berbagai macam paket beerbuka puasa. Ada banyak pilihan dari
hotel bintang tiga, empat sampai lima. Pokoknya dari hotel yang biasa, menengah
hingga hotel mewah.
Paket yang paling
populer yang ditawarkan oleh pihak hotel adalah All You Can Eat. Ya.
Sesuai nama paketnya, semua bisa makan. Atau lebih tepatnya bisa makan semua
makanan yang tersedia. Biasanya restoran di hotel menyajikan berbagai macam
pilihan menu makanan. Mulai dari makanan pembuka (appetizer) hingga makanan
penutup (desert).
Beberapa waktu lalu
saya ada kegiatan di salah satu hotel. Saat menjelang waktu berbuka puasa,
semua penghuni hotel berbondong-bondong ke arah tempat makan. Berbagai macam
jenis masakan sudah disajikan oleh para koki hotel.
Saat berbuka memang
dianjurkan untuk segera membatalkan puasa. Saya menyaksikan kebanyakan dari
mereka dengan lahapnya menyantap makanan yang ada. Sudah ambil salah satu menu
makanan, segera beralih untuk ambil menu makanan berikutnya.
Yang saya kagum
dari mereka adalah saat mengambil setiap menu makanan, tidak tanggung-tanggung
porsinya luar biasa banyak. Misalkan saja menggunakan piring. Maka akan terlihat
piring tersebut layaknya tumpukan makanan yang menggunung.
Dari situ saya
banyak mengamati karakter dan perilaku mereka saat waktu berbuka. Bahwa hakekat
puasa lebih dicenderungi hanya sebatas makan dan minum saja. Maka tatkala saat
di mana sudah diperbolehkan untuk berbuka, hampir semua mengerjakan apa-apa
yang di siang hari tidak diperbolehkan.
Teringat pesan Mbah
Nun, perutmu hanya bisa menampung tak lebih dari satu piring saja. Apabila
sudah makan dalam rentang waktu satu jam kemudian perutmu baru merasa kenyang.
Benar saja ketika
saya melihat situasi berbuka puasa di hotel, orang-orang dengan lahapnya
memakan semua makanan yang tersedia. Pindah dari satu jenis makanan menuju
makanan lainnya. Namun, perut mereka tidak sebesar keinginan dan nafsu yang
menggebu. Ini terbukti dengan banyaknya sisa makanan yang tidak habis dimakan
di meja-meja makan. Terbuang sia-sia.
Saat kita
dihadapkan pada berbagai macam pilihan makanan, nafsu kita mendadak memuncak
untuk tak sabar melahap sajian yang ada. Apakah nilai puasa hanya terletak pada
larangan untuk tak makan dan minum? Mungkinkah kita untuk menahan diri tak
melakukan hal-hal yang kita sukai?
Apakah dengan
adanya paket “All You Can Eat” lantas kita benar-benar memanfaatkannya untuk memakan
semua sajian yang ada? Tidakkah kita berpikir bahwa daya tampug perut kita ini
terbatas?
Mbah Nun
berulangkali menyampaikan, esesnsi puasa tidak hanya terletak pada aturan
formal untuk tidak makan dan minum. Saat datang waktu berbuka puasa, sejatinya
esesni puasa tidak kemudian berhenti begitu saja. Dengan tidak mengambil
keputusan untuk tidak memakan makanan yang kita sukai saja sudah merupakan
puasa. Memilih untuk tidak memakan semua jenis makanan yang disajikan juga
merupakan puasa.
Berhenti makan
sebelum kenyang dan makanlah hanya dikala lapar. Bukankah itu sikap yang sudah
dicontohkan oleh Kanjeng Nabi dan dianjurkan untuk kita teladani bersama?
Puasa yang selama
ini kita kerjakan lebih kepada melakukan aturan legal formalnya saja. Setelah pada
waktu tertentu, yang kita selenggarakan lebih kepada ‘melampiaskan’ dan efek
‘balas dendam’. Sungguh kita benar-benar lupa akan batas-batas. Kapan kita
terus dan kapan kita berhenti. Dalam hal apapun, dalam peristiwa apapun. Kita
lupa akan batasan.
Semoga di hari yang
Fitri nanti, kita masih memiliki hakekat, nilai dan esensi puasa yang
sesungguhnya. Kecuali kita memilih untuk menerabas batas, melangsungkan
pelampiasan dan berhenti puasa saat Ramadhan telah berlalu.
Blora, 29 Ramadhan 1438 | 24 Juni 2017
No comments:
Write comments