Kebanyakan kita manusia sangat gemar sekali menghabiskan waktu senggangnya dengan bermain atau hanya sekedar menikmati kebersamaan dengan keluarga, kawan, atau bahkan mungkin teman dekat. Ada banyak destinasi yang menjadi sasaran untuk menghabiskan waktu senggang. Ada yang berdiam diri di rumah sembari bersih-bersih ruangan hingga pada membersihkan halaman rumah. Ada pula yang sengaja keluar rumah untuk menikmati suasana baru, misalkan saja ke tempat-tempat wisata, café, taman kota, berkunjung ke sanak family, mall-mall (pusat perbelanjaan), swalayan, supermarket, bioskop, dan lain sebagainya. Sementara yang lainnya ada yang dengan gembira dan jingkrak-jingkrak luar biasa hanya cukup berkunjung ke tempat yang bersentuhan dengan alam, misalkan saja ‘muncak’ (naik gunung), ke pematang sawah, ladang, mencari ikan di sungai sekaligus berenang di kolam alami bentukan sungai (baca: kedung). Banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi untuk mengisi waktu luang kita. Ada yang bepergian berdasarkan keinginan, hasrat, perasaan, dan gengsi belaka. Namun, ada juga yang bepergian yang diniatkan pada kebermanfaatan dalam mengisi waktu senggang yang memang sudah direncanakan jauh sebelum waktu senggang tersebut datang.
Bagi
mereka yang berada di perkotaan, memang cukup banyak pilihan tempat-tempat yang
dapat dikunjungi saat liburan tiba. Dari mulai yang sederhana hingga pada yang
mewah sekalipun. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebiasaan kita dalam mengisi waktu
luang memiliki sangat banyak kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang berbeda
sama sekali.
Ada hal
yang menarik ketika saya bepergian ke salah satu tempat pusat perbelanjaan atau
bahasa modern-nya mall. Maksud dan
tujuan saya datang ke sana bukan untuk mejeng
atau sekedar jeng-jeng semata.
Bagaimana mungkin manusia macam saya ini punya peluang untuk melakukan hal-hal
yang sifatnya senang-senang layaknya manusia perkotaan. Lah wong saya ini
dibesarkan dari lingkungan yang sama sekali jauh dari yang namanya kota. Ke
pasar pun hampir tidak pernah, karena memang lokasinya jauh dari tempat tinggal
saya. Jelas saja jauh, karena saya ini tinggalnya di desa, bahkan nggunung (semacam dataran tinggi).
Kebetulan
saja setelah beranjak besar biarpun belum bisa dikatakan dewasa, saya
berkesempatan untuk mengenal dan bahkan tinggal di daerah kota. Sebut saja ibu
kota Provinsi Jawa Tengah. Siapa yang tak mengenal Kota ini. Nah, kembali ke
omong-omong soal mall tadi. Niat saya berkunjung ke mall sebenarnya hanya ingin
nonton layar lebar yang sebenarnya ini untuk pertama kalinya. Itupun saya
diajak kawan saya yang kebetulan sudah punya pengalaman bagaimana masuk ke
tempat seperti itu. Kebanyakan orang menyebutnya sih bioskop, namun bagi saya
itu hanya sebuah ruangan besar yang di dalamnya menghadirkan suguhan hiburan
tertentu yang diisi oleh banyak kursi dan kursi itu dikomersilkan.
Sebelum
memasuki ruangan/bioskop saya harus melalui beberapa tahapan, tentunya membeli
sebuah tiket supaya saya bisa ndeprok
di dalam gedung bioskop. Karena film yang akan saya tonton itu premiere, hal yang saya alami adalah
berjejal-jejal dengan calon penonton lainnya untuk antre beli tiket. Cukup lama
untuk mengantre sebuah kertas kecil yang bertuliskan judul film tersebut.
Setelah
tiket sudah ditangan ternyata saya harus menunggu jam tayang film tersebut,
karena memang film ini banyak digemari penonton. Dengan sangat ‘piye meneh’ saya harus menunggu jam
tayang berikutnya. Terdamparlah saya di ruang tunggu bioskop tersebut untuk
menunggu film.
Disela-sela
waktu menunggu tibanya jam tayang film yang ingin saya tonton, saya duduk di
‘emperan bioskop’. Terlihatlah seorang petugas kebersihan yang ada di area
gedung bioskop tersebut. Sejatinya ruangan tersebut sudah cukup bersih. Hanya
saja beberapa sampah memang terlihat, namun tidak begitu kotor.
Petugas
kebersihan itu masih terbilang cukup muda, dia melakukan pekerjaannya dengan
sungguh-sungguh dan penuh semangat. Jauh dari yang namanya malu atau gengsi
dengan jenis pekerjaan yang disandangnya sekarang. Tidak seperti kebanyakan anak-anak
muda pada umumnya, dia begitu optimis dan mantap atas apa yang dia kerjakan.
Anda bisa melihat lagak-lagu anak muda jaman sekarang, mereka sudah sangat
modern dan hanyut pada manisnya peradaban abad 21.
Saat
itu saya hanya berpikir bahwa betapa mulianya pekerjaan anak muda tersebut. Ia
bekerja bukan hanya semata untuk mencari uang, namun lebih dari itu. Bisa saja
ia bekerja untuk keluarganya, orang tuanya yang sedang sakit, untuk membiayai
sekolahnya sendiri atau adiknya, bahkan mungkin saja ia merupakan ujung tombak
keluarga. Tidak ada yang tahu. Namun yang jelas, ia melakukannya dengan
keseluruhan niat dan hati yang ikhlas. Mungkin sesekali ia terbesit untuk
bergabung dan nelusup di gedung bioskop sekedar untuk menghilang penat. Tapi hal
itu ia urungkan demi tugas dan kewajiban yang mesti ia penuhi.
Tidak
banyak anak muda macam ini. Seandainyapun ia diberi pilihan pada alternatif
kesempatan yang lain, mungkin saja ia tolak. Ia berkeyakinan lebih baik seperti
ini daripada melakukan sesuatu hal melalui jalan “pintas”.
Apabila
di dunia ini, ada yang namanya pergantian peran antar manusia. Ia menjalani
kehidupan saya, sementara saya menjalani kehidupannya. Mungkin saja saya
sendiri belum tentu sanggup melakukannya.
Semarang, 2015-2016
4 comments:
Write commentsThanks for your post really helped me awaited other stuff ..
ReplyDeleteST3 Telkom
ReplyDeleteThank you for the information..
ST3 Telkom
Thanks you for share and interesting ..
ReplyDeleteST3 Telkom
menarik sekali,, terimakasih atas informasinya.. sangat bermanfaat dan menambah wawasan tentunya.. thanks for sharing . nice post
ReplyDeleteST3 Telkom