Memasuki beberapa hari setelah
selesai menunaikan salah satu anjuran Nabi, banyak hal yang saya alami. Sungguh
nikmat yang luar biasa dari kemurahan Tuhan yang sudah begitu loman kepada semua hamba-Nya. Bagaimana
tidak, doá demi doá yang dipanjatkan dan dihaturkan selalu mendapatkan jawaban
dan di-ijabah kalau kata orang saleh.Anjuran
tadi yang saya maksud adalah dipersatukan dengan pasangan hidup. Di mana pada
awal-awal sebelum memasuki perjalanan yang memang sudah diatur oleh Tuhan
sebagai sutradara kehidupan.
Lantas saya teringat pada
beberapa celoteh yang dihasilkan dari lingkungan sosial akibat dari dampak
psikologi sosial. Pada masa lajang atau begini saja meminjam istilahnya anak
muda kekinian yaitu “jomblo”, banyak suara dari berbagai arah dan sudut
menyerukan kapan nih kog belum terlihat
gebetannya. Bagi sebagian orang mendengar hal ini mungkin akan merasa risih
dan bisa saja tersinggung hatinya untuk kemudian memasang raut wajah yang tidak
familiar.
Belum lagi ada pula yang
berteriak, mau nunggu apa usia udah makin
nambah, apalagi yang mau dicari, nunggu mapan? Nunggu siap? Dan seterusnya, dan seterusnya… .
Tulisan ini bukan hanya berangkat
dari pengalaman dan perjalanan si penulis itu sendiri lho ya, namun lebih dari
itu. Saya hanya merasa heran dan merasa perlu untuk mengutarakan pendapat,
terserah diterima atau tidak.
Pertama, urusan punya gebetan
atau tidak itu sangat jauh dari yang namanya ia “laku” atau tidak, “normal”
atau tidak atau bahkan mungkin tidak pernah terbesit sedikitpun untuk
mengembarai yang namanya gebetan itu tadi. Tiap individu memiliki keputusannya
sendiri tanpa bayang-bayang dari orang lain. Menurut saya sih, yang lebih tahu
kepribadian kita ya diri kita sendiri ini. Orang di sekiling kita memang punya
andil secara psikologis dalam perkembangannya sebagai bentuk interaksi
kemasyarakatan dan komunikasi sosial.
Jadi, punya gebetan atau tidak,
sudah laku atau belum, normal atau enggak. Itu sama sekali tidak ada urusan
dengan celoteh para mahluk di sekitar kita tadi. Jadi anggaplah mereka sedang
mendoakan kita dengan cara mereka sendiri. Jangan mengotori hati nurani kita
dengan kemudian bersikap sinis terhadap mereka. Tidak perlu buang-buang energi
untuk itu. Lah memangnya kalau sudah punya gebetan, lantas mereka akan ikut
terlibat mengusung proses hingga menjadi lebih dari sekedar gebetan? Memangnya
mau jadi tim suksesnya? Mau jadi penyandang dana untuk terselenggaranya suatu
perhelatan? Tidak, kan?!
Kedua, bahkanpun ketika sudah
menemukan pasangan yang nantinya hendak dibawa pada jalinan yang lebih serius masih
saja ada yang teriak dengan suara dan ekspresi beraneka ragam. Menikah bukan
soal, ndang cepet – nunggu apa dan
seterusnya dan seteruuusnyaa… . Ini bukan soal cepet-cepetan, bukan balapan
MotoGP ndul!
Kalau boleh menganalogikan, saya
menggunakan konsep berpikir sederhana saja. Begini, ibarat manusia mau (maaf)
buang hajat namun yang bersangkutan belum benar-benar ingin mengeluarkan
sesuatu yang ada di dalam sana maka ya tidak akan mungkin keluar. Jika tidak
memang bukan karena kehendak Tuhan, ya tidak bakalan nongol. Biar bagaiamanapun mau dengan aksi ngeden sekalipun.
Jadi, kurang lebih analoginya
seperti itu tadi. Betapapun dahsyatnya desakan dari sana-sini untuk segera
menikah, namun Tuhan belum berkehendak sudah barang tentu ini tidak akan
terjadi. Hal yang mungkin dapat dilakukan adalah peka terhadap setiap kejadian
dan takdir di sekeliling kita sehingga kita mampu membaca kehendak Tuhan. Nek ora obah ya ora entuk gabah, jika
menggunakan istilah Jawa. Setidaknya ya kita juga jangan ndableg-ndableg amat. Kerjasamalah dengan Tuhan, biar segera
didekatkan dan dipantaskan untuk menikah.
Ketiga, saya pernah mendengar
ungkapan bahwa mungkin saat ini sedang
dipertemukan dengan orang yang salah supaya nantinya bertemu dengan orang yang
benar (tepat). Perlu diketahui bahwa Tuhan tidak pernah main-main dalam
setiap menentukan nasib hamba-Nya. Tidak ada yang namanya bertemu dengan orang
yang salah hanya karena pada akhirnya tidak jadi bersanding di pelaminan.
Semuanya memang Tuhan menghendaki seperti begitu adanya.
Untuk dulur-dulur di luar sana
yang masih single, lajang, jomblo
atau apapun istilah kekiniannya jangan khawatir untuk tidak menjadi seperti
kehendak-Nya. Dengarkan saja apapun suara yang menggema, teriakan yang memekik,
jeritan yang meronta untuk menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Karena
memang demikianlah cara mereka mendoakan kita supaya ndang-segera-ASAP menyusul seperti mereka.
Memang tidak mudah mendengarkan
suara yang beranekaragam itu. Namun, jangan pernah sekali-kali untuk menaruh
pikiran negatif terhadap siapapun.
Keep going. Just do what you have to do. Be yourself. Enjoy your life.
Menurut saya, dalam hidup mau
tidak mau harus siap mendengarkan setiap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
Himpun seluruh energi, daya dan upaya untuk setidaknya memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan di hidup kita. Ukirlah sejarah, bekerja keraslah, karena
kita ini memang pelaku sejarah.
Semarang, Juni 2016
Sumber Gambar:
- http://98five.com/what-makes-a-happy-and-lasting-marriage/
- dokumentasi pribadi
No comments:
Write comments