Oleh: Bentar Saputro
Masih
dalam suasana bulan ramadhan yang penuh dengan kehangatan dalam nikmat puasa. Malam
itu seperti biasa kegiatan rutin di malam hari adalah tarawih. Malam Ramadhan baru
memasuki minggu pertama dan tentu saja masih banyak manusia ‘rajin’ bergegas ke
rumah Tuhan untuk melakukan aktivitas layaknya di bulan yang penuh berkah ini. Suasana
malam itu sungguh cerah dan sekelibat ada beberapa bintang yang nampak memancarkan
kerlap-kerlipnya seakan ikut bahagia mengiringi manusia yang hendak bergegas ke
rumah Tuhan. Benar saja malam itu sungguh banyak sekali manusia yang
bersemangat memenuhi ‘shaf’ (barisan
dalam sholat) dan hampir memenuhi sendi-sendi ruangan di rumah Tuhan tersebut. Karena
rumah Tuhan tersebut berada di pusat kampus salah satu perguruan tinggi negeri
di Semarang tepatnya di daerah Sekaran dan menjadi kebanggaan dari warga kampus
itu sendiri.
Malam
itu penulis kalau tidak salah berada di ‘shaf’
baris ke 5, ketika baru datang memasuki ruangan tersebut waktu masih
menunjukkan ± 7 menit menuju waktu sholat Isha’
terlihat semacam penanda jam digital
yang terpampang di atas mimbar. Penulis
melakukan sholat sunnah layaknya manusia yang disunnahkan sholat ketika
memasuki rumah Tuhan. Waktu terus berjalan dan segera saja memasuki sholat Isya’ para jamaahpun segera bergegas
berdiri mempersiapkan diri setelah mendengar lantunan ‘iqamah’. Sang nahkodapun (imam)
yang memimpin jalannya sholat Isya’ sudah
berdiri di barisan paling depan kemudian menginstruksikan para jamaah untuk
merapatkan barisan di setiap shaf-nya.
Perjalanan spiritual yang berjumlah 4 (empat) rakaat tersebut berjalan dengan
khidmat dan penuh dengan kekhusyukan dan dikahiri dengan dua salam. Para jamaahpun
segera melakukan wirid, dzikir dan sholat ba’diyah
. Setelah beberapa saat kemudian salah
satu takmir (baca= pengurus masjid)
yang akan menyampaikan beberapa informasi mengenai jalannya Tarawih yang akan
dilaksanakan malam itu, mulai dari laporan perolehan infaq hingga penceramah
dan imam sholat tarawih berjamaah.
Shaf
Kucing
Penceramah
sudah menaiki mimbar dan memberikan semacam kultum
(kuliah tujuh menit). Setelah beberapa menit kemudian penceramah mengakhiri
kultum tersebut (penulis sengaja tidak membahas Tema yang diangkat malam itu J). Para jamaah
berdiri setelah mendengar instruksi sang imam untuk menjalankan tarawih
sebanyak 4 rakaat (untuk diketahui di tempat ini menggunakan formasi 4-4-3). Di
rakaat 4 yang pertama berjalan dengan lancar dan dilanjut memasuki rakaat 4
yang kedua. Ada yang menarik menjelang di akhir rakaat 4 yang pertama, yakni di
depan ‘shaf’ tepat penulis berdiri, ada kucing yang
berjalan mondar-mandir. Kucing tersebut seakan-akan sedang mencari posisi untuk
dirinya. Menurut penulis ini bukan seoal kebetulan apabila kucing tersebut
berada di rumah Tuhan malam itu. Sudah pasti ada campur tangan Tuhan yang
dengan sengaja ‘menggiring’ kucing tersebut memasuki area masjid. Beberapa jamaah
ada yang merasa kehadiran kucing tersebut justru mengganggu jalannya tarawih
malam itu. Terbukti ada beberapa jamaah berusaha ‘memindahkan’ kucing tersebut
ke luar area shaf, jika tidak mau
dikatakan mengusir J.
Menurut
hemat penulis kucing tersebut semestinya tetap diperlakukan sesuai keinginannya
mau bergerak ke sana kemari terserah langkah kaki. Penulis yakin bahwa kucing
juga merupakan hamba Tuhan yang sangat patuh dengan Tuhannya. Hal ini
ditunjukkan kepatuhan sang kucing memasuki area masjid dan bahkan melebur ke
dalam barisan jamaah yang tengah mengerjakan sholat. Kucing memiliki caranya
sendiri untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Sebagai ciptaan Tuhan, mahluk
yang paling sempurna yakni manusia seyogyanya dapat belajar dari binatang
sekalipun. Jangan pernah menganggap remeh kehadiran kucing di masjid malam itu.
Sejatinya memang Tuhan sengaja menghadirkan kucing tersebut dihadapan para
jamaah justru untuk saling menghormati dan melebur menghadap bersama-sama
kepada sang Pencipta. Jika bukan karena kehendak Tuhan malam itu, kucing
tersebut tidak akan ‘mampir’ ke masjid.
Mari
kita mencoba melakukan dialektika
dengan mahluk-mahluk ciptaan Tuhan yang lain. Bukan hanya kepada sesama manusia
melainkan dengan semua mahluk yang ada di sekeliling kita. Jangan sampai label ‘mahluk
ciptaan yang sempurna’ ini menjadikan kita sombong dan lupa bahwa ada mahluk lain
selain manusia. Setiap mahluk memang memiliki ciri khas yang unik, untuk itu
kita harus bisa memperlakukannya sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
Semarang, 17 Juli 2014 (Kantor
BPMP, ± pukul 10.25 – 10.46 WIB)
Refleksi Kucing dan Manusia J
No comments:
Write comments